Penerapan Dua Kalimat Syahadat

Kamis, 26 Januari 2006
Penulis: Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah

Penerapan dua kalimat syahadat yang pertama yakni “Asyhadu alla ilaaha illallah” adalah dengan mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam beribadah dan mengkhususkan ibadah hanya untuk-Nya, beriman kepada seluruh apa yang dikabarkan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul- Nya, shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti pengabaran tentang surga, neraka, kitab-kitab, rasul- rasul, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk.

Adapun penerapan kalimat syahadat yang kedua yakni kalimat ”Wa Asyhadu anna muhammadar Rasulullah” adalah dengan beriman kepadanya, beriman bahwa beliau adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, yang Allah subhanahu wa ta’ala dan berfirman kepada-Nya dan mengikuti apa yang diajarkannya disertai dengan beriman kepada seluruh rasul-rasul dan nabi-nabi terdahulu, setelah itu beriman kepada syariat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah ditetapkan untuk hamba- hambanya melalui Rasulullah, memperlajarinya dan berpegang teguh dengannnya seperti syariat mengenai shalat, zakat, puasa, haji, jihad dan lain-lain.

Rasulullah jika ditanya tentang amalan yang dapat mengantarkan seorang hamba ke surga dan selamat dari siksa neraka, beliau menjawab, ”Kamu bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah”, dan terkadang beliau menjawab dengan, ”Kamu beribadah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan apapun”, maka makna syahadat “la ilaaha illallah” adalah beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan tidakmenyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Karena inilah tatkala Malaikat Jibril ‘Alaihissalam bertanya kepadanya dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Jibril berkata, “Ya Rasulullah, beritahu aku apa itu Islam? Beliau menjawab, “Islam adalah kamu beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan- Nya dengan apapun”. Dalam hadits umar Radhiyallahu ‘anhu beliau menjawab. “Islam itu adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, hadits tadi menjelaskan makna hadits ini, jadi makna syahadat “laa ilaaha illallah” adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dalam beribadah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun disertai dengan beriman kepada Rasul-Nya.

Suatu hari seorang laki-laki dating menemui Rasulullah dan berkata, ”Ya Rasulullah, beritahu aku tentang suatu amalan yang dengan amalan tersebut aku dapat masuk surga dan selamat dari siksa neraka”, beliau menjawab, “Kamu beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan- Nya dengan apapun, mengerjakan shalat…”(sampai akhir hadits).

Jadi beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, itulah makna “laa ilaaha illallah”, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu”.

Yakni, ketahuilah bahwa hanya Allah lah yang berhak diibadahi dan tidak ada peribadahan kepada selain-Nya, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala lah satu-satunya yang berhak diibadahi, Allah subhanahu wa ta’ala lah sesembahan yang benar sedangkan yang lainnya tidak berhak untuk diibadahi.

Pengingkaran orang-orang musyrikin terhadap kalimat ini memperjelas maknanya, karena mereka tahu bahwa kalimat ini meniadakan sesembahan-sesembahan mereka dan memperjelas bahwa mereka berada dalam kesesatan, mereka berkata, ”Mengapa ia menjadikan sesembahan- sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja?”. Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang mereka, “Sesungguhnya mereka dahulu apabila diaktakan kepada mereka, “Laa ilaaha ilallah” (tiada yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri”.

Mereka tahu bahwa kalimat ini meniadakan sesembahan-sesembahan mereka dan menjelaskan kepalsuannya, menjelaskan bahwa sesembahan tersebut tidak layak diibadahi dan salah, dan menjelaskan bahwa dzat yang benar untuk diibadahi adalah Allah subhanahu wa ta’ala semata.

Karena itulah mereka mengingkarinya, maka peribadahan mereka kepada berhala-berhala, pepohonan, bebatuan, orang-orang mati dan jin atau selainnya adalah peribadahan yang salah.

Semua makhluk tidak dapat menimpakan bahaya atau memberikan manfaat semuanya adalah hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala semuanya adalah hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala, maka mereka tidak layak untuk diibadahi karena Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta segala sesuatu, yang berfirman, “Dan Rabbmu adalah Rabb yang Maha Esa, tidak ada Dzat yang berhak disembah melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Sesungguhnya Rabbmu hanyalah Allah, yang tidak ada Rabb Yang berhak disembah selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu”.

Maka wajib atas semua mukallaf dan setiap mukmin dan mukminat dari bangsa jin dan manusia merenungkan atau memikirkan perkara ini dan benar-benar memeprhatikannya sampai perkara ini jelas dan nyata baginya, jarena asas dasar din(agama-adm) ini adalah peribadahan kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, yakni syahadat “la ilaaha illallah” bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah subhanahu wa ta’ala semata, dan disandarkan kepadanya keimanan kepada para Rasul dan penutupnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga harus disertai dengan keimanan kepada para malaikat Allah, kitab-kitab Allah, hari akhir, takdir yang baik maupun yang buruk dan beriman kepada semua yang dikabarkan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Semua ini harus diterapkan untuk masuk Islam sebagaimana penjelasan yang lalu, banyak manusia menyangka bahwa dengan hanya mengucapkan kalimat syahadat sudah cukup utnuk masuk Islam walaupun mereka melakukan apa yeng mereka mau laukukan, ini adalah kebodohan yang besar, kalimat ini bukan hanya untuk diucapkan tapi kalimat ini adalah kalimat yang punya makna yang harus diterapkan dengan mengucapkannya dan mengamalkan konsekuensinya.
Sumber bacaan; Bayaan Ma’na Laa ilaaha Illallah (hal;19-22).
Diterjemahkan oleh: Hendro

Referensi: Majalah As Salam No. 4 Tahun II – 2006 M/1426 H